LIHAT kawan disalah satu foto,
membicarakan masalah makam dan kesultanan di Aceh. Jadi ingin menulis tentang
itu, karena referensi pun sudah ada. Tinggal menunggu waktu yang pas. Ternyata
salah satu Sultan yang pernah memimpin Aceh adalah keturunan ke-8 dari Nabi
Muhammad SAW. Tahukah kamu sejarah itu sekarang wahai muda/i Aceh?”
Kalimat di atas merupakan status saya di Facebook
pada tanggal 28 Maret yang lalu, berawal dari foto yang di
tag oleh rekan saya Fadli Idris
Al-Asyi (Al-Asyi
berarti Aceh, kata pemuda yang dikenal dengan sebutan Ariyoga) dan beberapa
rekan lainnya yang menyempatkan diri berkunjung/berhijrah ke salah satu makam
raja yang berada di Samudra Pasai, kota Lhokseumawe.
Walaupun terbilang
sengit, komentar demi komentar berjejer di foto makam tersebut. Saya merasa
terpincut juga dengan kedatangan sebuah komentar yang meminta fakta tentang
kebenaran Raja Bakoi (Bakoy).
Namun, pada kali ini saya
akan coba memaparkan tentang silsilah raja-raja Islam di Aceh yang kebetulan
saya mempunyai sedikit referensi alias buku untuk bisa saling berbagi informasi
dan wawasan tentang sejarah raja-raja di Aceh yang terdengar kabar bahwa salah
satu dari raja-raja tersebut adalah keturunan dari Nabi Muhammad SAW. Lalu,
mengenai Raja Bakoi, nanti akan kita lihat secara sekilas saja untuk menjawab
komentar dari foto yang di tag oleh
Fadli.
Asal Usul Raja-Raja Aceh
Kita ketahui, bahwa Islam
yang masuk ke Nusantara masih banyak bersilang pendapat dari para ahli sejarah.
Pendapat tersebut masing-masing di didukung oleh T.W. Arnold, Sayed Naquib
Al-Attas dan Prof. Hamka yang mendukung bahwa Islam datang ke Indonesia pada
abad ke-7 Masehi (1 Hijriyah), namun pendapat lain seperti Snouck Hurgronje,
J.P. Moquette dan R.A. Kern yang menyatakan Islam baru datang ke Nusantara pada
abad ke-13 dan bukan langsung dari Arab melainkan dari Gujarat.
Teori-teori yang
digunakan oleh para ahli sejarah ini pun dengan pendekatan yang tidak lepas
dari faktor ekonomi (pelayaran dan perdagangan), sosial budaya (perkawinan dan
seni) serta politik. Ada tiga kerajaan Islam terbesar yang sangat berpengaruh
di Aceh, diantara Kerajaan Islam Perlak, Kerajaan Islam Samudra Pasai dan
Kerajaan Islam Aceh Darussalam.
Selain tiga kerajaan
Islam terbesar tersebut, terdapat juga kerajaan-kerajaan Islam lainnya yang
tersebar di Isak, Bireuen, Samalanga, Meureudu, Lingga Gayo, Tamiang, Lamuri,
Pidie dan lain sebagainya. Raja-raja yang memerintah pada kerajaan-kerajaan
Islam Aceh bila dirunut akan ditemukan tiga figur penting, yakniMayang Seludang, Maharaj Syahriar Salman dan Sayid Ali Muktabar.
Mayang Seludang adalah puteri dari penguasa Negeri
Jeumpa (Bireuen) yang leluhurnya berasal dari Indo Cina, menurut satu riwayat
mengatakan bahwa penguasa Jeumpa berdarah campuran lokal dan Indo Cina, karena
beberapa abad sebelumnya penguasa Jeumpa menikah dengan seorang puteri Indo
Cina dan keturunannya menjadi penguasa Jeumpa. Maharaj Syahrian Salman adalah keluarga bangsawan dari Dinasti
Sasanid Persia. Salman yang menjadi panggilannya merupakan seorang pangeran
dari Istana Persia, ia berasal dari keluarga kerajaan Persia yang pernah
berjaya antara tahun 224 sampai tahun 551 M. (H. Awang Muhammad Jamil Al-Sufri, Tarsilah Brunai, 1990 hal 73).
Salman beserta rombongan melakukan perjalanan ke Asia
Tenggara untuk menuju ke Selat Malaka, namun sebelum sampai ke sana, Pangeran
Salman singgah di negeri Jeumpa dan akhirnya menikah dengan puteri Istana
Jeumpa yang bernama Mayang Seludang. Pangeran Salman pun tidak meneruskan
perjalanan dengan rombongannya ke Selat Malaka, malah sebaliknya ia hijrah ke
Perlak setelah mendapat izin dari mertuanya Meurah Jeumpa.
Pangeran Salman dan puteri Mayang Selundang
dianugerahi empat orang putera dan seorang puteri. Mereka adalah Syahir
Nuwi (Meurah Fu) yang
menggantikan ayahnya menjadi penguasa Perlak dengan gelar Meurah
Syahir Nuwi, kemudian Syahir Dauli pergi merantau ke negeri
Indra Purba (Aceh Besar), sedangkan Syahir Pauli menrantau ke negeri Samaindera
(Pidie) dan Syahir Tanwi kembali ke negeri ibunya di Jeumpa dan
kemudian di angkat menjadi Meurah Negeri Jeumpa menggantikan kakeknya. Keempat
putera Maharaj Syahrian Salman sering dikenal dengan kaum imam empat (kawom
imum peuet) atau penguasa empat. Sementara puteri mereka Tansyir
Dewi menikah
dengan seorang sayid keturunan Arab yang bernama Sayid Maulana Ali al-Muktabar,
selain sayid ada juga yang orang Arab lainnya dari Bani Hasyim dan juga
keturunan Rasulullah lainnya yang datang ke Perlak dalam rangka menyiarkan
agama Islam dan kemudian mereka berbaur dengan masyarakat setempat terutama
dengan keluarga Meurah seperit Syarifah Azizah yang menikah dengan Sultan
Perlak ke-11 Sultan Makhdum Alaiddin Malik Abadullah Syah Johan Berdaulat.
Sayid Ali Muktabar bin Muhammad
Dibai bin Imam Jakfar al-Shadiq merupakan salah satu keturunan dari
Ali bin Abi Thalib, Muhammad bin Jakfar al-Shadiq adalah imam Syiah ke-6 yang
juga masih keturunan Rasulullah SAW melalui anaknya Nabi bernama Siti Fatimah
yang memegang pemerintahan pusat di Baghdad. Adapun silsilahnya sampai ke
Rasulullah yaitu: Muhammad bin Ja’far al-Shadiq bin Muhammad al-Baqir
bin Ali Muhammad Zain al-Abidin bin Sayidina Husain al-Syahid bin Fatimah binti
Muhammad Rasulullah SAW
Sebelumnya, dinasti Umayah dan Abasiyah sangat
menentang aliran Syiah yang dipimpin oleh Ali bin Ali Abu Thalib, tidak heran
pada masa dua dinasti tersebut tidak mendapatkan tempat yang aman dan selalu di
ditindas karena jumlah minoritas, sehingga banyak dari penganut Syiah
menyingkir dari wilayah yang dikuasai oleh dua dinasti tersebut.
Pada masa pemerintahan Khalifah Makmun bin Harun
al-Rasyid (167-219 H/813-833 M) akhirnya mengirim pasukannya ke Mekkah untuk
meredakan ketegangan kaum Syiah itu, Khalifah Makmun memutuskan kepada Muhammad
bin Jakfar al-Shadiq untuk hijrah dan menyebarkan Islam ke Hindi, Asia Tenggara
dan sekitarnya.
Dari hijrah tersebut,
berangkatlah satu kapal yang memuat rombongan angkatan dakwah termasuk di
dalamnya Sayid Ali Muktabar. Menurut kitab Idharul Haq fi Mamlakat al-Perlak yang ditulis oleh Syekh Ishak
Makarani al-Pasi pada tahun 173 H (800 M) Bandar Perlak disinggahi oleh satu
kapal yang membawa kurang lebih 100 orang da’i yang terdiri dari orang-orang
Arab suku Qurasy, Palestina, Persia dan India dibawah Nakhoda Khalifah dengan
menyamar menjadi pedagang. Rombongan Nakhoda Khalifah ini disambut oleh
penduduk dan penguasa negeri Perlak yakni pada masa Meurah Syahir Nuwi. Pada
masa itu pula, Meurah Syahir Nuwi menjadi raja pertama yang menganut Islam di
Perlak. Sayid Ali Muktabar sendiri kemudian menikah dengan adik Syahir Nuwi
yang bernama puteri Tansyir Dewi yang kemudian mereka
dianugerahi seorang putra bernama Sayid Maulana Abdul Aziz Syah. Saat
Sayid Maulana Abdul Aziz Syah dewasa, akhirnya dinobatkan menjadi Sultan
Pertama Kerajaan Islam Perlak bertepatan pada tanggal 1 Muharram 225 H dengan
gelarnya Sultan Alaiddin Sayid Maulana Abdul Aziz Syah yang silsilahnya sebagai
berikut seperti yang ditulis oleh T. Syahbuddin Razi:
Sultan Alaiddin Sayid Maulana Abdul
Aziz Syah bin Sayid Ali al-Muktabar bin Sayid Muhammad Diba’i bin Imam Ja’far
Asshadiq bin Imam Muhammad al-Baqir bin Sayidina Ali Muhammad Zain al-Abidin
bin Sayidina Husain al-Syahid bin Sayidina Ali bin Abu Thalib.
Tentang Raja Bakoy
Nama aslinya Ahmad
Permala, dia merupakan tokoh dari aliran Wujudiyah di Samudra Pasai. Raja Bakoy
juga merupakan sahabat karib dengan Syekh Abdul Jalil (Syekh Siti Jenar). Ahmad
Permala sempat menjadi “Mangkubumi” dengan gelar Maharaja
Bakoy Ahmad Permala setelah
Sultanah Nahrisyah Malikul Zahir mangkat pada hari senin tanggal 17 Dzulhijjah
831 H (1428 M) dan dikebumikan di dekat makam suaminya. Aliran yang dibawa oleh
Raja Bakoy berlawanan dengan aliran ahlusunnah wal jama’ah, bahkan ia pernah
diperingatkan oleh ulama agar tidak mengawini puterinya sendiri, namun malah
menentang dan membunuh 40 ulama. Ahmad Permala akhirnya mati dibunuh oleh Malik
Musthafa yang bergelar Pocut Cindan Simpul Alam, suami dari Ratu Nahrisyah
dengan bantuan dari Sultan Mahmud Alaiddin Johan Syah dari Kerajaan Aceh
(1409-1465 M).
Kesultanan Perlak (Kerajaan Perlak), Samudra Pasai (Kerajaan Samudra Pasai) dan juga Aceh
Darussalam (Kerajaan Aceh Darussalam) akan di update di AcehPedia,
karena keterbatasan dari blog ini untuk memuat seluruh tulisan dari silsilah
Raja-Raja Islam di Aceh yang cukup panjang.
Tulisan ini disadurkan
dari buku “Silsilah Raja-Raja Islam di Aceh dan Hubungannya
Dengan Raja-Raja Islam di Nusantara”, ditulis
oleh Hj. Pocut Haslinda Syahrul, MD binti H. Teuku Abdul Hamid Azwar Waris Tun
Seri Lanang ke-8 Samalanga, Kabupaten Bireuen.
Sumber : http://aulia87.wordpress.com/
0 Response to "Menelisik Silsilah Raja-Raja Islam di Aceh"
Posting Komentar